Ramadhan Bersama Al-Quran (Bagian 2)

ramadhan bersama al-quran 2

Ramadhan Bersama Al-Quran (Bagian 2)

6. MEMAHAMI KANDUNGAN MAKNA AL-QUR’AN

Al-Qur’an diturunkan Allah bukan semata untuk dibaca, namun tujuan asasi adalah agar dipahami kandungan ayatnya. Allah عزّوجلّ berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ

Yang artinya : “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”[1]

Imam as-Syaukani رحمه الله berkata: “Ayat ini adalah dalil bahwasanya Allah عزّوجلّ menurunkan al-Quran itu hanyalah untuk ditadabburi dan direnungi maknanya, bukan hanya sekadar membacanya tanpa tadabbur”.[2]

Allah عزّوجلّ berfirman:

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا

Yang artinya : “Apakah mereka tidak memperhatikan al Quran? kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [3]

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Tidak ada sesuatu apa-pun yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba di kehidupan dunia dan akheratnya dan lebih bisa mendekatkan diri menuju keselamatannya dibandingkan dengan mentadabburi al-Quran, mendalaminya dengan merenungi makna ayat-ayatnya. Karena dengan cara tersebut akan nampak baginya tanda-tanda kebaikan dan peringatan akan kejelekan”.[4]

Termasuk praktek nyata Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabat dalam mentadabburi al-Quran adalah kebiasaan mereka yang mengulang-ulang satu ayat al-Quran sampai waktu subuh.

Abu Dzar رضي الله عنه berkata: “Nabi shalat malam dengan membaca satu ayat sampai waktu subuh, beliau mengulang-ulang ayat itu terus, ayat tersebut berbuyi;

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Yang Artinya : “Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.[5]

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Inilah kebiasaan salaf, salah seorang diantara mereka mengulang-ulang ayat sampai subuh”.[6]

Imam Ahmad bin Abdirrahman al-Maqdisi رحمه الله berkata: “Selayaknya bagi orang yang membaca al-Qur’an untuk melihat bagaimana kelembutan Allah terhadap makhluknya dalam menyampaikan makna al-Quran ke dalam pemahaman mereka, dan hendaknya menyadari bahwa apa yang dia baca bukan ucapan manusia, agar dapat menghadirkan dalam hatinya keagungan yang berkata dan mentadabburi firman-Nya, karena tadabbur adalah maksud inti dari membaca, jika tidak mampu dalam mentadabburinya kecuali dengan mengulang-ulang ayat, maka ulang-ulangilah”.[7]

7. KHATAMAN AL-QUR’AN

Mempunyai target dalam membaca al-Quran adalah sunnah yang telah ditinggalkan. Sungguh para salaf mereka punya target yang tetap dalam membaca al-Quran pada setiap harinya, disebut dengan hizb, wirid atau juz yang mereka tetapkan terus bersambung hingga khatam al-Quran dalam sebulan sekali, dalam sepekan sekali atau setiap tiga hari sekali. Dalil permasalahan ini diantaranya adalah sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang berbunyi;

مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنْ اللَّيْلِ

Yang artinya : “Barangsiapa yang tertidur meninggalkan hizbnya atau sedikit darinya, kemudian dia membacanya antara shalat subuh dan shalat zuhur maka akan ditulis baginya pahala bacaan semalam suntuk”.[8]

Dan paraktek para sahabat yang mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم dalam pencapaian target membaca al-Quran adalah suatu yang sudah maklum diketahui. Sebagai contohnya suatu hari Rasulullah menjamu tamu dari kalangan bani Tsaqif di tendanya, mereka datang menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم setiap malam setelah Isya agar mendengar ilmu dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Pernah di suatu malam Rasulullah terlambat keluar menemui mereka, salah seorang dari mereka bertanya; “Sungguh malam ini Anda terlambat dalam memberi hadits kepada kami.” Nabi menjawab; “Sesungguhnya tadi terlihat dalam fikiranku target bacaan al-Qur’anku, maka aku tidak senang untuk keluar sebelum aku menyelesaikannya.”

Rawi hadits ini yaitu Aus bin Hudzaifah berkata: “Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah, bagaimana kalian membagi target bacaan dan hafalan al-Quran?” Mereka menjawab; “Tiga, lima, tujuh, sembilan, sebelas, tiga belas dan target surat-surat mufasshal”.[9]

Pensyarah kitab Sunan Abu Dawud berkata: “Hizb adalah apa yang dijadikan seseorang untuk dirinya sendiri berupa target dalam membaca al-Quran. Maksud ucapan para sahabat hizbnya tiga yaitu surat al-Baqarah, Ali Imran dan an-Nisaa. Maksud lima adalah dari surat al-Maidah sampai surat at-Taubah, maksud tujuh adalah dari surat Yunus sampai surat an-Nahl. Dan sembilan yaitu dari surat as-Shoffaat sampai surat Hujuraat. Dan maksud surat mufasshol yaitu dari surat Qaaf sampai akhir al-Quran”.[10]

8. LAMANYA WAKTU MENGKHATAMKAN AL-QUR’AN

Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Kaum salaf memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam batas waktu menghatamkan al-Quran, sebagian mereka ada yang menghatamkannya dalam dua bulan, sebagian yang lain dalam sebulan, yang lainnya dalam sepuluh hari, yang lainnya lagi dalam tujuh hari dan inilah yang terbanyak, bahkan ada juga yang menghatamkannya dalam satu hari satu malam.[11]

Dari Abdullah bin Amr رضي الله عنهما, bahwasanya Rasulullah berkata kepadaku:

اقْرَأْ الْقُرْآنَ فِي شَهْرٍ قُلْتُ: إِنِّي أَجِدُ قُوَّةً قَالَ: فَاقْرَأْهُ فِي سَبْعٍ وَلَا تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ

Yang artinya : “Bacalah al-Quran dalam sebulan!” Aku berkata: “Aku masih sanggup kurang dari itu wahai Rasulullah!” Rasulullah pun berkata: “Kalau begitu bacalah dalam waktu tujuh hari dan janganlah engkau minta kurang lagi.”[12]

Abdullah bin Amr رضي الله عنهما bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَـمْ يَفْقَهْ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ

Yang artinya : “Tidak akan faqih orang yang membaca al-Quran kurang dari tiga hari.”[13]

Al-Hafizh Ibnu Rajab رحمه الله berkata: “Larangan menghatamkan al-Quran kurang dari tiga hari hanyalah jika hal itu dilakukan secara terus menerus. Adapun jika dilakukan pada waktu-waktu yang penuh dengan keutamaan seperti pada bulan Ramadhan, wabil khusus pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadr atau dilakukan pada tempat yang punya keutamaan seperti kota Makkah yang dikunjungi oleh orang luar Makkah maka dianjurkan untuk memperbanyak membaca al-Quran sebagai bentuk meraih kesempatan keutamaan waktu dan tempat, inilah pendapatnya Ahmad, Ishaq dan selain keduanya dari para imam”.[14]

Perhatian: Tidak ada do’a khusus ketika menghatamkan al-Quran, adapun do’a-do’a khatam al-Quran yang tersebar sekarang ini tidaklah shahih![15]

MUTIARA KALAM SALAF

  1. Fudhail bin Iyadh رحمه الله mengatakan: “Orang yang menekuni al-Quran adalah orang yang membawa bendera Islam, tidak pantas baginya untuk lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa dan tersibukkan bersama orang yang sibuk”.[16]
  2. Imam al-Aajurri رحمه الله berkata: “Hendaknya orang yang membaca al-Quran untuk menjadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatinya, memenuhi relung hati dalam memperbaiki yang rusak, beradab dengan adab al-Quran, berakhlak dengan akhlak yang mulia, dirinya berbeda dengan seluruh manusia yang tidak membaca al-Qur’an”.[17]
  3. Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Andaikan manusia mengetahui apa yang terdapat dalam membaca al-Quran dengan tadabbur niscaya mereka akan menyibukkan diri dengannya dari perkara yang lain. Apabila membaca al-Quran dengan merenunginya hingga ketika melewati satu ayat dia berfikir dan mentadabburinya, hal itu lebih baik daripada membaca al-Quran sampai selesai tanpa diiringi tadabbur dan pemahaman”.[18]

REFERENSI:

Diringkas Oleh : Jeffri Pamungkas Setiawan

Buku : Majalah Al-Furqon No. 149 Ed. 1 Th ke-14_1435/2014 

Penulis : Ustadz Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Lukman حفظه الله


[1] QS. Shaad [38]: 29

[2] Fathul Qadiir 4/430.

[3] QS.an-Nisa’ [4]: 82

[4] Madarij as-Salikiin 1/450.

[5] QS. al-Maidah [5]: 118

[6] Miftah Dar as-Sa’adah 1/553.

[7] Mukhtshar Minhaj al-Qashidin hal.68, Tahqiq: Ali Hasan.

[8] HR Muslim 747.

[9] HR. Ibnu Majah: 1345. Dihasankan oleh al-Hafizh al-Iroqi dalam Takhrij al-Ihyaa 1/276.

[10] Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 2/87.

[11] Al-Adzkar hal. 153.

[12] HR. Bukhori: 5054, Muslim: 184.

[13] HR. Tirmidzi (2946), Abu Dawud (1390), Dishohihkan oleh Al-Albani dalam as-Shohihah (1513), dan al-Misykah (2201).

[14] Lathaif al-Ma’arif hal.319

[15] Untuk lebih meluaskan permasalahan ini silahkan periksa kitab Marwiyyat Du’a Khotmil Qur’an karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid.

[16] Dikeluarkan oleh Imam al-Aajurri dalam Akhlak Hamalah al-Qur’an no.37, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 8/92 dengan sanad yang tidak mengapa.

[17] Akhlak Hamalah al-Qur’an hal.154-161.

[18] Miftah Daar as-Sa’adah 1/553.

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.