Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

 Waspada 7 Ucapan Pengikis Aqidah

waspada

 Waspada 7 Ucapan Pengikis Aqidah

                Aqidah yang shahih harus ditanamkan kepada  generasi muslim sejak usia dini. Sejak kecil, anak harus dibiasakan dengan keyakinan-keyakinan yang benar, serta ucapan dan tindakan yang selaras dengan keyakinan tersebut. Dengan demikian, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kokoh tauhidnya dan tidak takut dan bergantung kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Sebaliknya, anak harus dijauhkan dari upaya-upaya pengikisan dan pendangkalan aqidah baik yang berupa keyakinan-keyakinan salah yang tersebar di masyarakat, ucapan-ucapan yang menyimpang dari aqidah, dan perbuatan-perbuatan di tengah-tengah masyarakat yang menyimpang dari aqidah.

Pengikisan aqidah generasi muslim kadangkala tanpa disadari terjadi dalam keseharian orang tua ketika membersamai dan mendidik anak-anaknya. Misalnya, ada beberapa ucapan yang sering kali terlontar, yang tanpa disadari kalimat tersebut cacat jika ditinjau dari sisi aqidah. Berikut mari kita ulas beberapa di antaranya, agar pondasi tauhid yang telah kita bangun sedemikian rupa pada jiwa anak tidak keropos begitu saja karena kurangnya ilmu kita akan hal ini.

 

  1. Kamu sih, main hujan-hujanan. Jadi sakitkan, sekarang?

Sekilas tidak ada yang salah pada kalimat di atas. Namun, coba kita telaah ucapan ini dari sisi aqidah. Siapakah yang memberikan musibah pada makhluk, baik itu kehilangan orang/benda yang disayang, kecelakaan, kesedihan maupun sakit? Tentu kita semua akan menjawab dengan yakin bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang berkuasa memberikan  musibah, meringankan, atau mengangkatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

ماصاب من مصيبة إلأ بإذن الله ومن يومن با لله يهد قلبه وا لله بكل شيء عليم

 

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa seseorang kecuali atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui segala sesuatu.”[1]

 

Menilik ayat di atas, dapat kita pahami bahwa ‘main hujan’ tidak serta merta membuat anak menjadi sakit, jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berkehendak. Sebaliknya, tanpa ‘main hujan’ dan tanpa sebab yang lain yang diketahui pun bisa saja anak menjadi sakit jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menakdirkan demikian. Dalam ucapan di atas terkandung anggapan bahwa hujanlah yang mendatangkan sakit, padahal tidak, Allah Subhanahu wa Ta’alalah yang berkuasa menguji seorang hamba dengan sakit.

Lalu bagaimana seharusnya yang kita ucapkan? Kita dapat menggantinya dengan ucapan, “Qadarullāh kamu sakit, Nak. Bisa jadi kemarin waktu main hujan, daya tahan tubuh kamu sedang kurang fit.” Tak lupa, tambahkan pula kalimat penghibur, “In syaa Allah jika sabar, sakitmu akan menjadi penghapus dosa serta memberi tambahan pahala.” Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

 

ما يصيب المومن شوكة فما فوقها إلأرفعه الله بها درجة أوحط عنه بها خطيءة

 

“Tidaklah seorang mukmin terkena duri maupun yang lebih dari itu, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat derajat dengannya, atau dihapuskan kesalahannya dengan musibah itu.”[2] (HR. Al Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)

 

  1. Minum obat dulu, Nak! Biar sembuh

Aba dan Umma, kalimat yang selanjutnya ini seringkali kita ucapkan tatkala membujuk anak-anak yang sakit agar mau minum obat. Memang benar, tujuan mengonsumsi obat adalah agar dapat segera sembuh dari sakit. Namun tidakkah kita sadar bahwa terdapat kekeliruan dari ucapan tersebut? Konteks kalimat di atas seakan menisbatkan bahwa obatlah yang memberi kesembuhan. Mari kita renungi firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini,

وإذامرصت فهو يشفين

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”[3]

 

Juga di surat Al An’ām ayat 17,

وإن يمسسك الله بضرفلا كا شف له إلا هو وإن يمسسك بخير فهو على كل شيء قدير

 

“Dan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”

 

Obat hanyalah salah satu dari berbagai macam jalan menuju kesembuhan, sedangkan kesembuhan datangnya hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagus apapun obat jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki, maka kesembuhan itu juga tidak akan diperoleh. Ucapan lain yang senada dan merupakan kekeliruan  adalah, “Tolong sembuhkan anak saya, Dok,” “Tanpa Dokter, anak saya tidak akan sembuh,” “Obat ini memang manjur, langsung sembuh anakku.” Ucapan-ucapan seperti ini meskipun sepele, namun sangat fatal akibatnya, dapat menggelincirkan pengucapnya dari aqidah Islām jika diiringi dengan penafian kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai  Asy Syāfī (Penyembuh).

 

  1. Ayo cepetan bobok, nanti hantunya datang kalau ngga bobok

Pernahkah Aba dan Umma mengucapkan kalimat seperti ini? Biasanya anak-anak, terutama yang masih kecil, akan merasa ketakutan lalu kemudian memaksa diri untuk segera memejamkan mata. Dalam benak mereka mungkin terbayang sosok seram yang mengintai jika tidak segera tidur. Sadarkah kita, bahwa ucapan seperti ini sangat merusak jiwa dan aqidah anak-anak. Seharusnya kita menanamkan takut yang benar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang menciptakan dan menguasai seluruh makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فلا تخا فوهم وخافون كنتم مومنين

Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku (Allah Subhanahu wa Ta’ala), jika kamu benar-benar orang yang beriman.”[4]

 

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling mulia, maka tidak selayaknya menyimpan rasa takut pada jin dan setan yang tidak dapat memberi mudharat apa pun tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ولقد كر منا بني آدم وحملنا هم في البر والبحر ورزقناهم الطيبات وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”[5]

 

  1. Kalau makanannya ngga dihabisin, ntar ayamnya mati loh!

Anak yang susah makan memang tantangan tersendiri bagi para orang tua. Kekhawatiran akan kesehatan anak, ketercukupan gizi, dan tumbuh kembang yang optimal membuat orang tua mencari berbagai cara agar anak doyan makan. Di antaranya menakut-nakuti dengan ucapan di atas.  Sebagian orang tua mungkin saja menganggap ucapan ini sekedar ancaman biasa agar anak lekas menghabiskan makanannya, tanpa menyadari bahwa di balik selarik kalimat pendek ini menyimpan berbagai kerusakan. Salah satunya adalah anggapan bahwa matinya si ayam disebabkan karena anak yang tidak menghabiskan makanan, bukan karena kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat yang Maha Menghidupkan dan Mematikan seluruh makhlukNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

له مللك السماوات والأرض يحيي ويميت وهو على كل شيء قدير

“KepunyaanNya-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan, mematikan, dan  Maha Kuasa atas segala sesuatu.”[6]

Meyakini bahwa hidup dan matinya makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dikarenakan kuasa manusia maupun sesama makhluk merupakan sebuah kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Selain itu, ucapan tersebut juga mengandung unsur kebohongan yang tidak dapat dibenarkan secara syar’i. Nabi  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang ucapan dusta walau kepada anak kecil. Beliau bersabda,

من قال لصبي تعال هاك ثم لم يعطه فهي كذبة

“Barangsiapa yang berkata kepada anak kecil, ‘Kemarilah, saya akan memberimu sesuatu,’ lalu ia tidak memberinya, maka itu adalah sebuah kebohongan.”[7]

 

  1. Belajar yang rajin ya, nak. Biar jadi orang sukses

Dalam kehidupan sehari-hari, ucapan seperti ini akrab terdengar sebagai kalimat motivasi bagi anak agar giat belajar. Jika dibaca sekilas, sepertinya tidak ada yang salah dengan ucapan motivasi seperti ini. Wajar jika orang tua menginginkan anaknya sukses. Namun yang keliru adalah menyandarkan kesuksesan pada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala (dalam hal ini pada usaha manusia, yakni rajin belajar). Sukses yang oleh kebanyakan orang diartikan dengan kecukupan harta, jabatan tinggi, dan kedudukan terhormat merupakan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah ditakdirkan jauh sebelum kita dilahirkan ke muka bumi. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

كتب الله مقا دير الخلاءق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة

Artinya:

“Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[8]

Segala upaya yang kita tempuh tak akan dapat mendatangkan rezeki tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya, rezeki akan menghampiri pemiliknya walau di bilik tersembunyi sekalipun, jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkannya. Maka hendaknya yang pertama dan utama kita sandarkan harapan dalam mencari rezeki hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tak lupa tentu diiringi ikhtiar untuk mendapatkannya.

 

  1. Tuh kan, juara satu lagi. Siapa dulu abinya?

Aba dan Umma, memiliki anak yang berprestasi merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua. Tak jarang ucapan seperti ini secara reflek terlontar untuk mengungkapkan kebahagiaan atas pencapaian anak. Akan tetapi, tahukah kita bahwa ucapan tersebut dikhawatirkan termasuk bentuk penyandaran nikmat pada selain Allah Subhanahu wa Ta’alayang dapat mengikis aqidahseorang muslim?

 

Allah Subhanahu wa Ta’alatelah mengabarkan tentang hal ini dalam firman-Nya,

الذي جعل لكم الأرض فراشا والسماء بناء وأنزل من السماء ماء فأخرج به من الثمرات رزقا لكم فلا تجعلوا لله أندادا وأنتم تعلمون

Artinya:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, padahal kamu mengetahui.”[9]

 

Menyandarkan nikmat kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala seakan menyatakan bahwa ada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat. Hal ini termasuk menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rububiyah-Nya. Sikap yang benar ketika mendapat kenikmatan, misalnya anak yang memperoleh prestasi, adalah dengan memenuhi 3 rukun syukur, yakni:

  1. Mensyukuri nikmat tersebut secara lisan
  2. Mengakui nikmat tersebut berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati
  3. Menggunakan nikmat tersebut hanya untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

  1. Seandainya kamu menurut omongan umma, tentu tidak akan terlambat sekolah

Ucapan seandainya dapat menjadi pembuka celah syaithan untuk masuk ke dalam hati manusia. Sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

وإن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا وكذا ولكن قل: قدر الله وماشاء فعل. فإن لو تفتح عمل الشيطان

Artinya:

“Jika kamu tertimpa sesuatu (kegagalan), maka janganlah kamu mengatakan, ‘seandainya aku berbuat demikian, pastilah akan begini atau begitu’. Tetapi katakanlah, ‘ini telah ditakdirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat sesuai dengan apa yang dikehendaki’. Karena sesungguhnya perkataan “seandainya” akan membuka (pintu) perbuatan syaithān.”[10]

 

Kata seandainya yang terlontar ketika tertimpa sesuatu, mengesankan kurangnya sabar dan ridha akan takdir yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan ketika seseorang mendapati suatu perkara yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal, sebagaimana telah kita pahami, beriman kepada takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang baik maupun yang buruk merupakan kewajiban bagi seorang Muslim. Kita mengetahui bahwa ucapan “seandainya begini atau begitu, maka hal ini tidak akan terjadi,” tidak akan menyebabkan apa yang telah luput dari kita dapat kembali lagi dan juga tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Bahkan hal ini justru dapat menambah kesempitan jiwa kita maupun anak.

 

Demikianlah beberapa ucapan yang harus diwaspadai karena dapat menggelincirkan aqidah kita. Kita telah mengulas tujuh ucapan, bukan berarti tidak ada ucapan lain yang dapat mengikis aqidah kita dan anak-anak. Jika dicermati lebih dalam, barangkali kita akan menemukan banyak ucapan sehari-hari yang ternyata dapat menjadi celah perusak aqidah dan menjurus pada jurang kesyirikan, namun banyak disepelekan oleh para orang tua dan pendidik.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita semua untuk menjadi sebaik-baik pendidik dan teladan bagi anak-anak kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala al musta’an.

 

Referensi:

 

Ditulis oleh: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A dari Majalah HSI edisi  007ـ Muharram 1441 H

Diringkas oleh: Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)

 

[1] QS. At-Taghabun: 11

[2] HR. Al Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573

[3] QS Asy Syu’arā’: 80

[4] QS. Āli ‘Imrān: 175

[5] QS. Al Isrā’: 70

[6] QS. Al-Hadīd: 2

[7] HR. Ahmad dalam Al-Musnad 2: 452. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-  Tarhib no. 294

[8] HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash

[9] QS. Al-Baqarah: 22

[10] HR. Muslim no. 2664

Baca Juga Artikel:

Adab-Adab Ziarah (Berkunjung)

Ketika Dua Kelompok Mukmin Saling Berperang

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.