Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

MENGALIR DENGAN TAKDIR ALLAH

MENGALIR

MENGALIR DENGAN TAKDIR ALLAH

 

Beriman kepada takdir adalah salah satu rukun iman bagi muslim. Segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan datang tidak akan keluar dari ketetapan Allah عزوجل dengan ilmu-Nya dan hikma-Nya. Berkaitan dengan takdir Allah, Ustadz Maududi Abdullah menyampaikan kajian berjudul “Mengalir dengan Takdir Allah”. Berikut ini secara garis besar isi kajian tersebut.

Ada beberapa poin penting yang perlu dipahami berkaitan dengan takdir Allah عزوجل, yaitu:

  1. Hendaknya setiap manusia benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba milik Allah عزوجل.

Sebenarnya semua manusia mengetahui bahwa dirinya adalah seorang hamba. Namun seiring perjalanan hidup, sering kali kita lupa untuk saling mengingatkan dan saling bermuhasabah. Hal ini menyebabkan manusia merasa seolah-olah  dirinya yang mengatur hidupnya sendiri. Ketika dalam hidup terjadi hal yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka kita sering kali marah dan emosi.

Sadarilah kaum muslimin dan muslimat, kita hidup di dunia ini sebagai hamba Allah عزوجل. Seorang hamba berada di bawah aturan Allah. Bumi yang kita huni, keadaan yang akan kita lalui dalam kehidupan bukanlah kita yang mengaturnya. Bumi akan tunduk pada aturan sang pencipta. Kita hidup dibawah kehendak Allah عزوجل. Jangan rampas Allah dalam kekuasaannya. Jangan menjadi hamba yang sombong dengan merasa semuanya kita yang mengatur, semua keinginan kita harus terwujud. Kita adalah hamba ciptaan Allah dan di bawah aturan Allah, dan sifat hamba adalah lemah. Sebagaimana Allah عزوجل mengatakan :

وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَٰنُ ضَعِيفا ٢٨

“Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan lemah” (Qs. An-Nisa’: 28)

Sadarlah dengan kelemahan kita. Kita bukan pengatur. Jangankan mengatur Alam dan kehidupan kita, mengatur diri sendiri saja tidak mampu. Contohnya: terkadang manusia ingin tidur, tetapi mata tidak bisa terpejam. Sebaliknya, kita sudah niatkan dalam hati untuk tidak tidur, tetapi malah ketiduran. Semua kita mengalami hal ini. Atau bisakah kita mengatur jantung, paru-paru atau darah yang mengalir dalam tubuh kita, maka kita tak mampu. Inilah poin pertama yang harus dipahami yaitu sadar bahwa diri kita hamba, maksudnya jangan paksakan kehendak kita pasti terwujud.

Dalam berusaha, seorang hamba harus berikhtiar untuk mencapai target. Namun, keharusan untuk tercapainya target bukan kewajiban dan kemampuan kita. Banyak hal yang bisa saja terjadi, sehingga apa yang kita haruskan terjadi malah tidak terjadi. Allah عزوجل berbicara tentang lemahnya makhluk di dalam Al-quran:

وَإِن يَسۡلُبۡهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيۡٔٗا لَّا يَسۡتَنقِذُوهُ مِنۡهُۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلۡمَطۡلُوبُ ٧٣

“Kalau seandainya ada yang di ambil lalat dari milik manusia, maka manusia tidak bisa merebut kembali dari lalat tersebut. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah.”(Qs. Al-Hajj: 73)

Ini mengingatkan akan kelemahan manusia dan seluruh makhluk. Ayat ini menunjukkan kita tidak boleh beribadah kepada makhluk manapun. Sehingga semua makhluk yang diibadahi selain Allah adalah bathil. Mereka tidak mampu apapun, kalaupun lalat mengambil sesuatu dari mereka, mereka tidak mampu mengambil kembali dari lalat tersebut. Manusia sebagai makhluk tidak bisa apa-apa tanpa kuasa Allah. Tidak ada yang bisa kita kerjakan kalau bukan Allah yang mempermudah.

Ketika muadzin mengumandangkan adzan untuk mengajak umat islam melaksanakan sholat, pada kalimat

حي على الصلاةو, حي على الفلاح

“Mari mendirikan sholat, mari menuju kemenangan, kesuksesan, kejayaan yang sesungguhnya”

maka kita diperintahkan untuk menjawab,

لا حول ولا قوة إلا با الله

“Tidak ada daya dan kekuatan tanpa pertolongan Allah”

Cobalah cermati kalimat tersebut ! Sekedar untuk memenuhi panggilan sholat saja, maka kita jawab kita tidak mampu tanpa pertolongan Allah. Padahal mungkin jarak rumah kita dengan masjid hanya beberapa 30 meter saja. Sekedar untuk berjalan 30 meter ke masjid, kita katakan kita tidak mampu kecuali dengan pertolongan Allah. Artinya hanya untuk berjalan 30 meter ke masjid saja tidak ada yang mampu tanpa pertolongan Allah, maka harus kita pahami baginilah saya dengan kelemahan saya yang luar biasa. Apa yang bisa kita kerjakan tanpa disupport dengan ciptaan-ciptaan Allah di dalam tubuh kita. Bisa apa kita tanpa jantung, darah, oksigen, air yang semuanya Allahlah yang menciptakkannya. Sebagaimana firman Allah عزوجل dalam al-Quran:

قُلۡ أَرَءَيۡتُمۡ إِنۡ أَصۡبَحَ مَآؤُكُمۡ غَوۡرٗا فَمَن يَأۡتِيكُم بِمَآءٖ مَّعِينِۢ ٣٠

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (Qs. Al-Mulk: 30)

Di dalam seruan kita terhadap muadzin, selalu datangkan hikmah bahwa kita tidak bisa apa-apa kecuali dengan pertolongan Allah. Sehingga dengan hikmah ini, diharapkan akan hilang keangkuhan dan kesombongan dalam diri kita. Setan tidak akan bisa menggoda manusia untuk menjadi manusia yang sombong dan angkuh.

Begitulah kondisi lemahnya manusia. Bagaimana mungkin dengan kondisi ini, manusia mengatakan bahwa ia yang mengatur kehidupannya. Lihatlah manusia sombong dan tidak beriman terhadap Allah dan hari akhir mengatakan tidak ada yang mengatur alam semesta. Nauzubillahi min zalik. Intinya dipoin ini, kita harus sadari bahwa kita adalah hamba dan di bawah aturan Allah عزوجل.

  1. Di alam semesta ini yang berlaku adalah takdir dan ketentuan Allah عزوجل.

Allah yang mengatur alam semesta, sehingga yang akan berlaku adalah ketentuan Allah. Ketentuan-ketentuan Allah inilah yang disebut takdir. Sebagaimana firman Allah عزوجل:

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ٢٢

“Tidak apapun yang terjadi di permukaan bumi, tidak juga terjadi pada diri kalian melainkan semuanya telah tertulis di dalam kitab sebelum segalanya diwujudkan. Yang demikian itu bagi Allah adalah sesuatu yang mudah.” (Qs. Al-Hadid: 22)

Setiap muslim wajib untuk beriman kepada takdir Allah. Para ulama menyatakan bahwa tidak mengimani takdir dapat mengeluarkan seseorang dari agama islam. Allah عزوجل mengatakan hal yang mirip dengan ini:

إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ بِقَدَرٖ ٤٩

“Sesungguhnya segala-sesuatu telah kami ciptakan dengan takdir” (Qs. AL-Qamar: 49)

Jalan hidup yang paling nikmat bagi seorang muslim/muslimah adalah ridho dengan takdir Allah. Inilah yang kita sebut dengan mengalir dengan takdir. Ketika kita menginginkan sesuatu maka kita berusaha sebagai seorang hamba untuk sampai kepada hal tersebut. Namun, ketika yang kita inginkan tidak terwujud, maka jangan protes. Inilah ketentuan Allah untuk diri kita. Allah yang mengatur segalanya bukan kita.

Hiduplah di permukaan bumi tidak pernah protes dengan apa yang telah diputuskan Allah terhadap diri kita, usaha kita, keluarga kita, dan lainnya. Jika Allah takdirkan kepada kita sakit, maka terimalah ketentuan Allah tersebut dan lakukanlah usaha untuk sembuh karena ini perintah Allah dengan cara berobat. Adapun protes dengan takdir Allah, seperti menanyakan Kenapa saya harus sakit? Dan tidak menerima ketentuan Allah, maka inilah yang disebut dengan melawan arus takdir. Melawan arus itu berat. Melawan arus sungai saja berat, sedangkan arus takdir Allah jauh lebih dasyat. Arus takdir Allah pasti akan terjadi. Lihat apa yang dikatakan Nabi. Semua manusia ingin melawan takdir Allah. Manusia ingin memberikan manfaat namun Allah tidak ingin memberikannya maka tidak akan bisa. Begitupun juga jika semua manusia ingin memberikan mudhorot kepada kita tetapi Allah tidak menginginkannya, maka tidak akan sanggup semua manusia melakukannya. Lihat  Nabi, semua orang Quraisy mengepung Nabi di rumahnya dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi Allah menakdirkan Nabi tidak meninggal. Nabi keluar dengan Abu Bakar tanpa dilihat oleh kaum kufar. Allah عزوجل menurunkan tabir hijab di depan dan dibelakang kaum Quraisy sehingga mereka tidak dapat melihat Nabi dan Abu Bakar رضي الله عنه keluar dari rumahnya.

Manusia sering kali berkeluh kesah di permukaan bumi. Ketahuilah keluh-kesah rata-rata terjadi karena seseorang tidak menerima takdir Allah terhadap dirinya. Lihatlah diri kita di saat mengeluh. Sebenarnya keluhan terjadi karena kita tidak siap dan tidak ridho dengan takdir Allah terhadap diri kita. Seandainya hal ini hilang dari diri kita, maka kita juga akan kehilangan keluh-kesah.

Mengeluh akan menjadikan hidup kita sengsara dan tidak nyaman. Agar kita dapat menjadi seorang hamba yang bersyukur dan tidak banyak mengeluh maka hiduplah dengan takdir Allah, yaitu  dengan cara:

  1. Terimalah ketentuan Allah عزوجل
  2. Lakukanlah usaha sebagai seorang hamba sesuai izin Allah عزوجل dan kemampuan kita tanpa protes.

Contohnya, ketika kita sakit, maka kita harus ridho dengan takdir Allah dan menerima sakit ini. Kemudian sebagai insan yang sakit kita berupaya untuk sembuh dan meminta doa kesembuhan kepada Allah. Orang sakit yang ridho dengan takdir Allah akan berbeda dengan orang yang sakit tidak ridho dengan takdir Allah.

Lihat sebagian manusia, Allah ciptakan dia sebagai laki-laki namun ia protes diciptakan laki-laki. Ia ingin menjadi seornag wanita, maka ia merubah gaya berjalannya, gaya berpakaian dan lainnya menjadi menyerupai seorang wanita. Maka lihatlah bagaimana hidupnya sengsara. Menderita hidupnya ditambah lagi dengan laknat Allah. Hidupnya tidak akan pernah nyaman karena selalu protes dengan ketentuan dan takdir Allah terhadap dirinya.

Jika anak kita mengalami kecelakaan, rumah kita terbakar, atau kita di-PHK dari tempat bekerja, maka hal yang sama yang harus kita lakukan yaitu ridho terhadap ketentuan Allah tersebut. Jika kita bisa menerima ketentuan Allah walaupun terasa berat, maka jiwa kita akan tetap merasa tenang. Hal ini berbeda dengan orang yang tidak mau menerima ketentuan Allah. Ketika dalam hidupnya terjadi sesuatu yang tidak sesuai keinginannya, maka ia akan memukul-mukul dirinya dan berteriak-teriak histeris. Ingatlah apapun yang terjadi adalah aturan Allah. Kita hanyalah hamba yang diharuskan menjalankan apapun yang Allah inginkan. Apapun yang kita inginkan, jika Allah tidak menginginkannya, maka tidak akan terwujud. Allah عزوجل berfirman:

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٩

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” (Qs. At-Takwir: 29)

Hal ini menunjukkan bahwa jika kita punya keinginan dan Allah juga berkeinginan yang sama maka akan terwujud. Ketika kita sukses dengan apa saja yang kita inginkan, maka puja dan puji Allah karena Allah juga berkeinginan. Kalau kita inginkan sesuatu kemudian tidak terjadi, artinya Allah tidak menginginkan.

Ridho dengan takdir Allah akan menyebabkan manusia nyaman, tenang, dan tidak emosi. Anas Bin Malik, hidup selama sepuluh tahun hidup bersama Nabi, mengatakan aku tidak pernah menemukan Rasulullah itu marah kepada keluarganya.

Dalam kehidupan dunia, pasti ada hal-hal yang memancing emosi. Bahkan dalam hadist-hadist Nabi, ada kejadian-kejadian terjadi di rumah Nabi yang akan memancing emosi kita jika hal tersebut terjadi di rumah kita. Namun Rasulullah tidak pernah terpancing emosi dan marah. Anas bin Malik juga mengatakan kalau Nabi menemukan saudaranya marah, maka Nabi akan menasihati saudaranya dengan berkata,’Sesuatu kalau sudah Allah takdirkan maka pasti akan terjadi’.

Sadarilah, apapun yang terjadi dalam kehidupan ini adalah keinginan Allah dan ketentuan Allah. Sebagai seorang hamba  kita wajib menerimanya. Ketika kita menerima, saat itulah kita hidup tidak nyaman karena melawan arus takdir Allah dan tidak ridho dnegan keputusan Allah. Kaidah ini berlaku dalam keadaan dan kondisi apapun. Jangan pernah paksa Allah untuk mewujudkan keinginan kita. Siapa Allah dan siapa kita sehingga dalam diri kita tertanam apa yang kita inginkan harus terjadi. cara seperti ini menunjukkan tidak beradab dan tidak berakhlaknya kita kepada Allah عزوجل. Adap dan akhlak yang benar tehadap takdir Allah adalah dengan kita ridho terhadap keputusan-Nya, keinginan-Nya, dan ketentuan-Nya. ketika takdir Allah terjadi, terkadang dalam hati kita mengatakan ini seharusnya bukan ini yang terbaik tetapi Allah telah menakdirkannya. Jika mengalami hal ini, maka terimalah takdir allah dan lihatlah di akhir hikmah kenapa hal tersebut Allah takdirkan. Mudah-mudahan dengan hidup “mengalir dengan takdir” akan menjadikan hidup kita nyaman, tentram, dan tidak banyak berkeluh-kesah.

Muslimin dan muslimah, semoga Allah عزوجل menjadikan kita hamba-hamba yang ridho dengan takdirnya, mengalir dengan keputusan Allah dan tidak pernah protes dengan apa yang Allah tentukan dalam kehidupan kita. Aamiin…

Referensi:

Kajian Ustadz Maududi Abdullah, Lc. 2018. Mengalir dengan Takdir Allah. Chanel youtobe Mumtaz TV, http://youtu.be/NrcApt4n_ig. Uk. 55:48 Menit.

Diringkas oleh Sesi Winarni (Pengajar di Ponpes Darul Qur’an wal Hadist OKU Timur)

Baca Juga Artikel:

Pengumuman Hasil Kelulusan Santri Baru

Anak Yatim Yang Terlantar

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.