Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

Memilih Orang Miskin Daripada Orang Kaya

                Generasi sholih terdahulu (generasi salaf) memahami bahwa kafa-ah (kesetaraan) dalam pernikahan adalah kafa-ah dalam hal agama. Maka mereka menikahkan anak-anak wanita mereka dengan orang yang bertakwa sekalipun miskin daripada menikahkan mereka dengan orang kaya yang kurang agamanya, karena mereka percaya bahwa akibat yang baik adalah karena ketakwaan.

                Sa`id bin Musayyab adalah ulama besar dari kalangan tabi`in, Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan pernah meminang anak wanitanya untuk anaknya yaitu Al-Walid bin Abdul Malik. Anak Sa`id bin Musayyab adalah diantara sekian wanita yang paling cantik, paling berilmu tentang Al-Qur’an dan Hadits Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam. Akan tetapi Sa`id bin Musayyab tidak ragu-ragu untuk menolak dan bersikukuh untuk menolaknya sekalipun ia mendapatkan gangguan sampai ia dihukum cambuk seratus kali.

                Ulama besar tersebut kembali ke Madinah, lalu beliau dikunjungi Abdulloh bin Abi Wada`ah yaitu salah satu muridnya yang menanyakan keadaannya dan darinya Sa`id mengetahui bahwa isterinya telah meninggal.

Sa`id bin Musayyab berkata: “Tidakkah engkau menikahi wanita lagi?”

Abdulloh berkata: “Semoga Alloh melimpahkan rahmat kepada-mu, siapakah gerangan orang yang sudi menikahkanku sementara aku tidak memiliki harta selain dua atau tiga dirham saja?”

Sa`id berkata: “Aku yang akan menikahkanmu.”

Abdulloh berkata: “Engkau akan melakukan itu?”

Sa`id berkata: “Ya.”

Maka Sa`id menikahkan Abdulloh dengan anak wanitanya dengan mahar dua atau tiga dirham.

Demikianlah Sa`id bin Musayyab lebih mengutamakan orang fakir namun bertakwa yang terpenuhi padanya kesetaraan dalam hal agama daripada seorang pemimpin yang kaya. Bagaimana kisah Abdulloh berikutnya? Mari kita ikuti kisah berikut, Abdulloh mengisahkan tentang dirinya. Ia berkata:

“Akupun berdiri, dan tidak tahu apa yang harus aku perbuat karena sangat bahagia. Lalu aku kembali ke rumah dan berfikir; dari siapa aku akan berhutang? Lalu akupun melakukan sholat Maghrib dan kembali ke rumah. Kemudian aku hidupkan lampu, – pada saat itu aku sedang berpuasa – dan kupersiapkan makan malam untuk berbuka puasa yang berupa roti dan minyak.

Tiba-tiba pintu rumah diketok……………………………….”

Abdulloh berkata: “Siapa ini?”

Orang yang mengetok berkata: “Sa`id….”

Abdulloh berkata: “Maka aku memikirkan semua orang yang bernama Sa`id selain Sa`id bin Musayyab karena beliau selam empat puluh tahun tidak terlihat selain berkutat di antara rumah dan masjid. Akupun keluar, ternyata orang itu adalah Sa`id bin Musayyab. Aku katakan: “Wahai Abu Muhammad (Sa`id bin Musayyab), seandainya engkau utus seseorang untuk memanggilku niscaya aku akan datang.”

Sa`id bin Musayyab berkata: “Tidak, engkau lebih berhak untuk didatangi.”

Abdulloh berkata: “Perintah apa yang gerangan hendak engkau berikan?”

Sa`id berkata: “Tadinya engkau membujang, kemudian menikah. Maka aku tidak ingin engkau bermalam sendirian, inilah isterimu.”

Abdulloh berkata: “Ternyata wanita itu berdiri di belakang beliau setinggi beliau, kemudian Sa`id menggandeng tangannya lalu mendorongnya ke pintu dan menutupnya. Wanita itu terjatuh karena rasa malu. Lalu aku mengunci pintu dan menuju piring yang padanya terdapat roti dan minyak, kemudian aku letakkan di bayang-bayang lampu agar ia tidak melihatnya. Kemudian aku naik atas atap dan melempar rumah tetangga sehingga mereka mendatangiku dan berkata: “Ada apa denganmu?”

Aku katakan (Abdulloh): “Sa`id bin Musayyab telah menikahkan anaknya denganku hari ini. Dan malam ini ia telah mengantarkannya tanpa kusadari.”

Mereka berkata: “Apa, Sa`id telah menikahkanmu?”

Akupun menjawab: “Ya.”

Mereka bertanya: “Apakah ia sekarang di rumah ini?”

Aku jawab: “Ya.”

Maka orang-orang menemuinya, dan berita itu pun sampai kepad ibuku hingga akhirnya beliau datang dan berkata: “Wajahku haram untuk engkau lihat jika engkau menyentuhnya sebelum aku mempercantiknya hingga tiga hari.”

Akupun tinggal selama tiga hari kemudian menemuinya, ternyata ia adalah diantara wanita yang tercantik dan paling hafal Al-Qur’an Kitab Alloh dan paling berilmu tentang hadits Rosululloh n serta yang paling mengetahui hak seorang suami.

                Telah berlalu tiga hari sementara Sa`id tidak mendatangiku dan akupun tidak mendatanginya. Setelah satu bulan aku datangi beliau yang sedang berada dalam halaqoh majelisnya. Lalu ucapkan salam kepadanya dan iapun menjawab salamku, namun tidak berbicara kepadaku hingga orang-orang telah pergi dari majelis.

Sa`id berkata: “Bagaimana keadaan orang itu (yaitu anak wanita Sa`id)?

Aku menjawab: “Baik wahai Abu Muhammad sebagaimana yang diinginkan seorang teman dan dibenci oleh musuh.”

Ia berkata: “Jika meragukan suatu perkara darinya maka boleh engkau pukul dia dengan tongkat.”

Kemudian aku pulang ke rumah, dan diserahkan kepadaku uang dua ribu dirham.”

                Demikianlah apa yang dilakukan seorang tabi`in agung Sa`id bin Musayyab terhadap anaknya, ia tidak mengkhawatirkan akan kondisinya, sebaliknya ia merasa tenang anaknya berada di sisi seorang lelaki yang bertakwa. Bukan dunia yang ia utamakan melainkan ketakwaanlah yang ia inginkan. Semoga Alloh perbanyak orang seperti beliau di zaman ini.

Sumber: Alfu qishshoh wa qoshoshush shôlihîn: 77-79.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 08 Tahun 03

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.