Pondok Pesantren Darul Qur'an Wal-Hadits Martapura OKU

SYARAT PENAMPILAN WANITA MUSLIMAH DIHADAPAN BUKAN MAHRAM

Muslimah hendaknya berusaha mena’ati Allah dan Rasul-Nya . Salah satunya dengan melaksanakan perintah khusus untuk muslimah seperti menututp auratnya di hadapan yang bukan mahramnya. Allaah memerintahkan wanita untuk menutup aurat, karena untuk melindungi wanita, menjaga kehormatannya, menjadikannya lebih mulia dan sebagainya

Seorang wanita muslimah setelah baligh wajib menutup auratnya di hadapan orang yang bukan termasuk mahramnya. Allaah berfirman dalam Q.S An-Nuur: 31,

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” [Q.S an-Nuur: 31]

Maka selain orang-orang yang terdapat dalam ayat tersebut, wanita muslimah wajib menutup auratnya dan menjaga kecantikannya. Oleh karena itu seorang wanita muslimah dalam berpenampilan pun memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi agar aurat tertutup dengan sempurna. Berikut adalah syarat-syarat bagaimana wanita muslimah dalam berpenampilan sesuai syari’at di hadapan yang bukan mahromnya yang disadur dari Fiqh Sunnah Wanita:

  1. Pakaian Menutupi Seluruh Tubuhnya

Maksud dari menutupi seluruh tubuhnya ini tidak mutlak keseluruhan tubuhnya. Terdapat pengecualian pada wajah dan telapak tangan walaupun masih terdapat perbedaan pendapat tentang hal ini.

Allaah berfirman dalam Q.S al-Ahzab: 59,

يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما (59)

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Q.S al-Ahzab: 59]

Para ulama telah sepakat mengena wajibnya menutup seluruh tubuh wanita selain wajah dan telapak tangannya. Namun memang terdapat perbedaan pendapat mengenai menutup wajah dan telapak tangan. Sebagian ulama mengatakan bahwa menutup wajah lebih afdhal dan lebih utama, khususnya pada zaman yang penuh fitnah ini.

  1. Bukan Pakaian Perhiasan atau Pakaian Ketenaran

Allaah berfirman dalam Q.S an-Nuur: 31 yang telah disebutkan di atas bahwa “janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya.”

Berdasarkan keumuman, ayat ini mencakup pakaian luar yang nampak jika pakaian tersebut sebagai perhiasan yang menarik perhatian laki-laki. Misalnya pakaian tersebut berwarna-warni, berbunga-bunga, memiliki hiasan-hiasan yang indah yang membuat perhatian dan pandangan tertuju kepada yang memakainya.

Sedangkan yang dimaksud dengan pakaian ketenaran (syuhrah) adalah pakaian yang dimaksud untuk mencari ketenaran, untuk berbangga-bangga diri dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian jelek sekalipun agar sengaja menampakkan kezuhudan dan riya’. Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullaah bersabda

Barangsiapa memakai pakaian syuhrah (ketenaran) di dunia, maka Allaah akan memakaikan pakaian kehinaan pada hari Kiamat kelak, kemudian dinyalakan api untuknya di dalamnya” H.R Abu Dawud 4029

  1. Pakaian Tebal dan Tidak Membentuk Tubuh

Rasulullaah bersabda yang artinya:

Ada dua golongan calon penghuni neraka yang belum pernah aku lihat… dan kaum wanta yang berpakaian tapi telanjang (‘ariyat) … Mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula mencium aromanya, padahal aroma surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” H.R Muslim 2128

Berpakaian tapi telanjang maksudnya, wanita yang memakai pakaian, tapi pakaian tersebut ketat/sempit sehingga membentuk tubuhnya, ataupun pakaian tersebut longgar dan besar, tapi tipis dan menerawang sehingga masih dapat terlihat aurat dan lekukan tubuhnya. Jadi menutup keseluruhan saja tidak cukup, harus tetap tebal, dan tidak membentuk tubuh.

Sebagian wanita muslimah sudah merasa aman dengan pakaian yang longgar dan tebal yang mereka kenakan, namun mereka tidak menyadari bahwa pakaian longgarpun terkadang masih dapat membentuk tubuh, misalnya dibagian dada dan lekukan lainnya, hendaknya wanita lebih memperhatikan lagi hal tersebut misalnya dengan melapiskannya lagi sedemikan sehingga tidak membentuk tubuh, apalagi ketika berjalan dan tertiup angin.

  1. Ujung Pakaian Tidak Berlebihan

Wanita dalam berpakaian diperbolehkan isbal (melebihi mata kaki), malah ini menjadi kewajiban bagi wanita. Namun panjangnya pun tetap memiliki batasan yaitu satu hasta dimulai dari pertengahan betisnya sebagaimana yang dinuki dalam kitab ‘Aunul Ma’bud (11/174).

  1. Tidak Menyerupai Laki-laki atau Wanita Kafir

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata Rasulullaah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum laki-laki. Hal ini menjelaskan bahwa wanita tidak boleh berpenampilan layaknya laki-laki, baik dari pakaiannya, dan yang lainnya (seperti potongan rambut, dan lain-lain).

Bagaimana dengan celana panjang?

  • Jika celana panjang hanya dipakai saja di luar tanpa penutup lainnya, maka ini tidak diperbolehkan karena celana panjang dapat membentuk lekukan tubuh.

  • Jika celana panjang dipakai dirumah saja dihadapan suaminya atau mahramnya maka ini diperbolehkan asal celana itu tidak mengandung unsur tasyabuh (keserupaan) dengan pakaian laki-laki.

  • Jika celana panjang dipakai diluar sebagai lapisan dalam pakaiannya/jubahnya yang longgar, maka ini tidak mengapa agar menjaganya jika tersingkap ketika berjalan, atau naik kendaraan. Hendaknya juga celana yang dipakai sebagai lapisan dalam ini juga longgar dan tidak ketat.

Sedangkan menyerupai pakaian wanita kafir adalah sesuai dengan hadits yang mengatakan tidak diperbolehkan tasyabuh (menyerupai) kaum kafir, baik dalam beribadah, hari raya, pakaian khusus bagi mereka dan lainnya.

  1. Tidak Tabarruj

Allaah berfirman dalam Q.S al-Ahzab: 33,

وقرن في بيوتكن ولاتبرجن تبرج الجاهلية الأولى وأقمن الصلاة وآتين الزكاة وأطعن الله ورسوله إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا (33)

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan perhiasan atau kecantikannya serta sesuatu yang wajib ditutupinya yang dapat membangkitkan syahwat laki-laki. Beberapa diantara tabarruj adalah:

  • Perhiasan pada pakaian (hiasan-hiasan) atau pakaian yang berbunga-bunga, atau bros yang cantik, atau pakaian yang terlihat cantik (seperti pakaian yang menyerupai rambut yang tergerai dan lain-lain)

  • Menggunakan cat kuku (kecuali henna dan hanya ditampakkan dihadapan mahram saja)

  • Memakai make up seperti lipstik, eyeshadow (menghias mata), blush on (pemerah pipi), dan lainnya yang membuat wanita menjadi semakin cantik (kecuali dihadapan mahramnya dan ini pun tetap harus memperhatikan kandungan dari make up yang digunakan)

  • Memakai bulu mata palsu untuk terlihat semakin cantik ini juga haram, karena termasuk menyambung rambut (akan dibahas dipoin berikutnya)

  1. Tidak menyambung rambut

iriwayatkan dari Asma’ bahwa Rasulullaah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang minta disambugn rambutnya (H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk juga memakai wig dan menggunakan bulu mata palsu atau yang sekarang sedang marak adalah ekstensi bulu mata (menanam bulu mata). Hukum menyambung rambut ini haram, bagaimanapun alasannya.

  1. Tidak mencukur alis

An-namsh (menghilangkan/menipiskan alis) hukumnya haram. Karena Rasulullaah telah melaknat wanita yang menghilangkan/menipiskan/mencukur adan wanita yang minta dihilangkan/ditipiskan/dicukur alisnya (H.R Bukhari dan Muslim)

Termasuk juga merapikan alis dengan upaya menghilangkan sebagiannya walapun hanya sedikit.

Bagaimana dengan menggunakan alis palsu? Seperti dilukis menggunakan eyebrow pensil, atau teknik lainnya yang marak sekarang seperti microbleeding, tato alis, dan lain-lain? Hal ini jika dalam rangka tabarruj maka diharamkan. Namun jika alis wanita tersebut tipis dan hampir tidak ada atau berantakan dan ingin dirapikan (TANPA dicukur, atau dihilangkan) dalam rangka kelihatan cantik dihadapan suaminya atau mahramnya (HANYA boleh menggunakan eyebrow pensil, tidak dengan metode yg lain seperti microbleeding, tato alis dan lainnya yang diharamkan) maka tidak mengapa melukisnya dengan eyebrow pensil/ pensil alis (dan harus tetap diperhatikan kandungan bahannya).

  1. Tidak memakai wewangian

Rasulullaah bersabda “wanita mana saja yang memakai wewangian, lalu ia melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka wanita tersebut dianggap wanita pezina.”

Larangan ini jelas dikarenakan wewangian apalagi jika digunakan oleh wanita dapat mengandung unsur syahwat. Hendaklah hanya memakai wewangian dirumah saja atau dihadapan mahram saja.

  1. Tidak menggunakan sepatu dengan hak tinggi

Secara zahir jika seorang wanita memakai sepatu hak tinggi dengan tujuan agar dapat dilihat oleh kaum laki-laki, maka hal ini diharamkan karena bisa menjadi pemicu keburukan dan menarik perhatian kaum laki-laki. Demikian pula beberapa sepatu hak tinggi menimbulkan suara ketika dikenakan untuk berjalan sehingga menarik perhatian orang.

Penyusun : Dini Ummu Haniifah

Sumber: Fiqih Sunnah Wanita – Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim 2014

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.